HAKIKAT PENDIDIKAN

HAKIKAT PENDIDIKAN Pendidikan ada seiring dengan sejarah adanya manusia. karena pada dasarnya pendidikan adalah upaya alami mempertahankan kelangsungan dan keberlanjutan kehidupan. Secara alamiah sejak pertama manusia yang berstatus orang tua akan mendidik anaknya agar bertahan hidup sehingga kehidupannya dan keturunannya terus berlangsung. Nabi Adam
sebagai manusia pertama mendidik qabil dan habil untuk bercocok tanam dan beternak. Demikian juga dengan manusia-manusia berikutnya, baik manusia-manusia yang berkumpul dalam komunitas masyarakat primitif hingga modern. Sebuah pernyataan yang melandasi pendapat tersebut adalah : Di lingkungan masyarakat primitif (berbudaya asli), misalnya pendidikan dilakukan oleh dan atas tanggung jawab kedua orangtua terhadap anak-anak mereka. Masyarakat suku Anak Dalam_(Kubu) yang menghuni wilayah hutan, sesuai dengan lingkungan hidupnya akan berupaya mendidik putra-putri mereka. Paling tidak secara sederhana, sang Bapak akan membimbing dan melatih putranya mengenal kehidupan hutan seperti; mengenal buah-buahan yang layak makan, membuat alat perangkap binatang dan sebagainya. (Jalaludin, 2001 : 67) Pendapat lain menyatakan bahwa, “pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan.” (file.upi.edu). Dalam dokumen unduhan yang sama, juga mengutip pendapat ahli yaitu, “Ki Hajar Dewantoro mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupakn anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.” (file.upi.edu). Serta dalam bukunya “Landasan Kependidikan” Made Pidarta menyimpulkan bahwa, “mendidik bermaksud membuat manusia menjadi lebih sempurna, membuat manusia meningkat hidupnya dari kehidupan alamiah menjadi berbudaya. Mendidik adalah membudayakan manusia.” (2003 ; 2) Dari beberapa pernyataan tersebut, masih menyimpulkan makna atau hakikat pendidikan secara umum dari sudut pandang sejarah peradaban manusia sejak awal. Lebih lanjut, seiring dengan perkembangan peradaban manusia hingga pada masa manusia modern maka pendidikan menjadi lebih terorganisir dari yang awalnya sebatas individual orang tua mendidik anak ataupun masyarakat melestarikan budayanya. Untuk mendukung pendapat ini, Jalaludin menyebutkan, Proses yang tak jauh berbeda terjadi dan berlangsung pula di masyarakat yang sudah maju (modern). Para orang tua juga memberi perhatian terhadap putra-putri, generasi muda masyarakatnya. Tujuan dan misi pendidikan yang dilaksanakan, pada prinsipnya sama, yaitu memberi bimbingan agar dapat hidup mandiri. Bimbingan diberikan oleh generasi tua (orang tua atau guru) kepada generasi muda (putera-puteri atau peserta didik) agar dapat meneruskan dan melestarikan tradisi yang hidup di masyarakat. Perbedaannya terletak pada sistem dan pola pelaksanaanya. Di masyarakat modern pendidikan sudah menjadi potensi yang terorganisasi dengan baik. Penyelenggaraannya dilakukan oleh institusi yang artifisial, yang secara formal disebut sekolah.” (2001 : 68) Pendapat yang lain disampaikan Made Pidarta yang mengutip Langeveld, “Beliau mengatakan bahwa mendidik adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju ke arah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggungjawab susila atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri. (2003 ; 10) Definisi lebih spesifik dalam arti pendidikan di sekolah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa, “pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan, masyarakat, bangsa dan negara.” (2003 : 11) Dari beberapa pendapat yang mendefinisikan pendidikan secara lintas masa tersebut, dapat disimpulkan bahwa hakikat pendidikan pada dasarnya adalah upaya manusia untuk mempertahankan keberlanjutan kehidupannya yang tidak hanya keberlanjutan keberadaan fisik atau raganya akan tetapi juga keberlanjutan kualitas jiwa dan peradabannya dalam arti terjadi peningkatan kualitas budayanya, baik melalui pendidikan yang dilaksanakan secara alami oleh orang tua kepada anak atau masyarakat kepada generasinya hingga pendidikan yang yang diselenggarakan oleh organisasi-organisasi pendidikan yang lebih mudah dikenal dengan istilah sekolah, baik formal maupun non formal. Sehingga pendidikan itu berlangsung seumur hidup atau lebih dikenal dengan sebutan long-life education. Kesimpulan ini, sesuai pendapat Prof. Richy dalam buku “Planing for Teaching and Introduction to Education” yang sudah diterjemahkan dan di unggah di http://file.upi.edu/ yang menyatakan bahwa: Istilah pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu bangsa (masyarakat) terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penuaian kewajiban dan tanggungjwabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktifitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang kompleks dan modern. Fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan formal di luar sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar